Senin, 15 Agustus 2016

5 Sisi Jessica Wongso, dari Cerdas Hingga Narsistik


Perjalanan kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin belum kunjung menemukan titik terang. Kubu terdakwa Jessica Kumala Wongso menyebut jaksa penuntut belum menemukan bukti autentik yang menyatakan Jessica sebagai penaruh racun di es kopi Vietnam yang diseruput Mirna.

Satu per satu saksi-saksi dan para ahli dihadirkan di muka persidangan. Satu per satu pula mereka membeberkan temuan, kejanggalan, serta petunjuk guna membantu hakim menilai perkara yang tengah menjadi perhatian publik ini.

Baca Juga http://rajapoker88kerenbanget.com/

Pada persidangan ke-12, jaksa penuntut menghadirkan ahli psikologi klinis, Antonia Ratih Andjayani. Psikolog jebolan UI ini menyingkap beberapa perilaku Jessica yang tidak lazim saat Wayan Mirna Salihin tewas usai menyeruput kopi di Kafe Olivier. Ratih juga membuka sisi lain psikologi Jessica saat diperiksa 6 jam di Polda Metro Jaya.

fakta persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Senin 15 Agustus 2016.

1. Cerdas

Ratih mengakui bahwa Jessica memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata. "Yang bersangkutan (Jessica) sangat cerdas. Ia mampu secara tegas dan cepat menjawab apa pun yang diberikan secara kritis, dan jawabannya benar," ujar Ratih.

Tak hanya cerdas, kata Ratih, Jessica tergambar sebagai pribadi percaya diri. Jessica paham betul siapa dirinya dan bagaimana cara membawa diri dalam kondisi tertentu, seperti saat Jessica diinterogasi sebagai tersangka pembunuhan Mirna.

"Ketenangan dan kepercayaan diri itu tampak sekali, karena pada umumnya (seorang tersangka pembunuh) akan menampakkan kegugupan. Jawaban diberikan sangat lugas. Ia cerdas, percaya diri, tenang, sehat secara mental, dan daya nalarnya jernih. Itu adalah kesimpulannya pada saat itu," ungkap dia.

Ratih mengacungi jempol kepada Jessica atas respons kalem dan tenang Jessica tersebut. "Bagaimana dia menampilkan dirinya justru sangat luar biasa tenang dan itu mengagumkan. Di bawah kondisi stres, dia tampak sangat tenang," beber Ratih.

Akan tetapi, kecerdasan dan kesempurnaan jawaban Jessica terhadap tim psikolog, oleh Ratih, justru menjadi sebuah pertanyaan besar. Pasalnya, jika orang pada umumnya berada di posisi yang sama dengan Jessica, orang tersebut sesekali pasti akan mengeluarkan gerak-gerik atau tutur kata yang mendeskripsikan kegelisahannya.

"Biasanya orang di bawah tekanan besar dan di kantor polisi akan ada kegelisahan, tidak tenang. Tapi yang bersangkutan (Jessica) sangat tenang. Ini menjadi tidak biasa," tegas Ratih.

Ratih menambahkan, karakter orang seperti Jessica adalah orang yang mampu memodifikasi perilakunya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ingin dibangunnya. Untuk dapat mewujudkan perilaku ini, ujar Ratih, membutuhkan tingkat inteligensi yang tinggi.

"Seseorang dengan kapasitas tertentu memiliki daya untuk memodifikasi perilaku dan membangun kondisi-kondisi yang ingin dikondisikan. Butuh kapasitas yang dibutuhkan, salah satunya inteligensi. Ketajaman untuk beranalisis dan memprediksi dari perilaku-perilaku yang dikondisikannya," ucap dia.

Pada sidang sebelumnya, ahli toksikologi dari Mabes Polri Kombes Nursamran Subandi menilai pelaku pembunuh Mirna adalah orang yang cukup pintar dan tahu betul pola kerja sianida. Hal ini karena pencampuran sianida ke dalam larutan air dingin, bukan dengan air panas yang dapat melepas senyawa racun sianida.

"Jadi pelaku ini cukup smart, Yang Mulia. Pelaku ini pintar," ungkap Nursamran.

2. Tembok Pembatas

Walaupun Jessica cepat dan cerdas dalam menjawab pertanyaan, kata Ratih, ketika ditanya-tanyai seputar kehidupan pribadi, hubungan-hubungan intim, dan kisah asmara, tim psikolog sama sekali tidak dapat menggali informasi apa pun.

Baca Juga http://rajapoker88kerenbanget.com/2016/08/15/menangis-tahanan-sosok-ortu-dan-murid-penganiaya/

"Dari jawaban yang ditampilkan, ada hal-hal yang tidak bisa kami lanjutkan, terutama tentang permasalahan hubungan, masa lalu, emosi lebih dalam itu tidak mampu tergali," Antonia menjelaskan.

Jessica didakwa membunuh Mirna dengan motif sakit hati karena Mirna memberikan komentar pedas soal hubungan percintaan Jessica dengan mantan kekasihnya di Sydney, Australia. Hal itu dibeberkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang pertama kasus pembunuhan Mirna, Rabu, 15 Juni 2016.

"Ada hal-hal yang tidak bisa kami gali, terutama tentang permasalahan hubungan, masa lalu, emosi lebih dalam, itu tidak mampu tergali. Ini jadi pertanyaan besar. Dan ini kami share ke tim lanjutan yang memeriksa lebih lanjut," ucap Ratih.

Secara kasat mata, dilansir ahli psikolog klinis Ratih, hal ini termasuk dalam kategori wajar. Namun, ketika proses interogasi dilakukan selama 6 jam dan sudah diupayakan dengan pertanyaan sejenis yang diulang-ulang tapi tak kunjung dijawab, hal ini perlu menjadi pertanyaan besar.

"Secara kasatmata, ini hal biasa. Tetapi ketika ini diupayakan selama 6 jam dan tidak muncul sedikit pun, tentang kehangatan relasi, hubungan signifikan dengan orang terdekat, dan tidak tertampil. Ini jadi pertanyaan besar," imbuh dia.

Ketika dalam kondisi underpressure pun, kata Ratih, semestinya Jessica walau cuma sesekali, memunculkan ekspresi ketegangan maupun rasa tidak tenangnya.

"Biasa orang di bawah tekanan besar, setenang-tenangnya orang akan ada kegelisahan, akan ada indikasi ketidaktenangan. Tapi yang bersangkutan sangat tenang dan ini juga jadi tidak biasa," sahutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar